Oleh: Yunzar Lubis
Membaca klausa "Krikil Tajam" bisa saja mengingatkan kita pada drama bioskop, filem Sumanjaya yang berjudul " Krikil-Krikil Tajam". Drama Indonesia tahun 1984, dibintangi Christine Hakim, Ray Sahetapy, dan Deddy Mizwar. Film yang mempermasalahkan kebobrokan moral dan sosial akibat pembangunan yang berlangsung pesat.
Baca juga:
Pledoi Pawang Hujan Mandalika
|
Tetapi dapat juga melayangkan ingatan kita kepada sastrawan Khairil Anwar melalui kumpulan sajaknya yang berjudul " Krikil-Krikil Tajam dan yang Terhempas dan yang Terputus. Dimana, sajak-sajaknya yang terkumpul dalam Kerikil Tajam, didominasi ungkapan perasaan tentang cinta dan kehidupan yang tragis. Pada yang Terempas dan yang Putus, sajak-sajak Chairil banyak berisi mengenai kepahlawanan dan ajal.
Bukan itu saja. Isac Newton juga pernah berbicara tentang krikil. "Saya tidak tahu apa yang mungkin saya tunjukkan kepada dunia, tetapi bagi diri saya sendiri sepertinya saya hanya seperti anak laki-laki yang bermain di pantai, yang saat ini sedang mengalihkan diri dan kemudian menemukan kerikil yang lebih halus atau kulit yang lebih cantik dari pada yang biasanya, sementara lautan kebenaran terbentang di hadapan saya", katanya.
Thomas Brawne juga pernah bicara soal krikil, "Intan kasar terkadang disalahartikan sebagai kerikil yang tidak berharga.", ucapnya.
Tetapi judul artikel ini lebih terinspirasi oleh Lenang Manggala, seorang penulis Indonesia. Katanya, "Kita tidak akan jatuh oleh hadangan gunung. Tetapi kerikil, justru yang paling kerap membuat kita jatuh terhuyung."
Melalui judul di atas, Penulis mencoba menyampaikan pesan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Abdullah Azwar Anas, kepada para Aparatur Sipil Negara dengan "jurus mabuk". Didahului dengan alur: lari kemana-mana.
Pesannya begini!
MENPANRB, Abdullah Azwar Anas, telah menandatangani Surat Keputusan Bersama Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) jelang Pemilihan Umum 2024. Penandatanganan itu dilakukan di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, Kamis (22/09), bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Plt. Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Ketua Komisi ASN Agus Pramusinto, serta Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja.
Keputusan bersama tersebut menegaskan bahwa setiap ASN dilarang masuk politik praktis, seperti mendukung salah satu pasangan calon, atau ikut kampanye dan tim sukses. ASN sebagai warga negara tetap memiliki hak politik, hanya saat memilih di bilik suara.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengemukakan krikil kecil tapi tajam kepada para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menggunakan medsos.
ASN dilarang memposting ungkapan dukungannya secara terbuka kepada peserta Pemilu atau Pilkada. Baik berupa status maupun mengomentari tulisan orang lain. Bahkan memberikan tanda "suka" atau me-like pun, adalah pelanggaran netralitas ASN.
Memberi "like" terhadap apapun tampilan peserta pemilu di media sosial, termasuk melakukan share postingannya, dilarang. Termasuk jika ASN tersebut melakukan foto bersama dengan salah satu paslon dan melakukan gestur tertentu.
Hal tersebut, seringkali tidak disadari oleh para ASN. Padahal, semua tindakan tersebut dapat diartikan sebagai bentuk dukungan.
Itulah krikil kecil tetapi tajam. Krikil tajam yang dapat membuat ASN luka atau terhuyung.***